2012-05-27

Dahlan Iskan dalam kursi MPR

1330187087266990978
Dahlan Iskan ketika dipanggil Presiden SBY untuk diangkat sebagai Menteri BUMN (detik.com)
Kalau di bidang sepakbola Eric Samola kurang suka Dahlan Iskan terjun ke sana, sebaliknya dengan dunia politik. Eric Samola yang waktu itu adalah Bendahara Umum Golkar Pusat malah mendorong agar Dahlan Iskan juga terjun ke dunia politik (dengan bekingannya). Padahal Dahlan sebenarnya tidak suka dengan dunia politik. Ikut Pemilu saja tidak pernah. Bukan mau jadi golput, tetapi memang tidak mau ambil pusing soal itu.
Tetapi mau tidak mau Eric Samola yang waktu itu termasuk salah satu tokoh penting Golkar malah “memaksa” Dahlan untuk masuk ke dalam dunia politik. Dia bahkan punya cita-cita untuk terus mendorong karier “anak kesayangannya” itu di dunia ini, agar kelak bisa punya kedudukan penting seperti dia. Kalau bisa, melebihinya.
Waktu kemudian membuktikan, di dunia bisnis media prestasi Dahlan Iskan sudah melebihi prestasi yang pernah dicapai oleh almahum Eric Samola yang waktu itu dipercaya oleh Ir. Ciputra untuk memimpinbeberapa perusahaan miliknya. Salah satunya adalah PT Grafiti Pers, yang menerbitkan majalah Tempo, dan kemudian membeli Jawa Pos itu.
Sedangkan meskipun Dahlan Iskan tidak pernah lagi terjun di dunia politik setelah pernah berhasil “dipaksa” Eric Samola untuk itu, ketika Dahlan Iskan dipercaya oleh Presiden SBY menjadi Dirut PLN, bisa dikatakan prestasi Dahlan sudah melebihi “ayah angkat”-nya itu. Apalagi sekarang dia telah dipercayai oleh SBY untuk duduk di jabatan yang lebih tinggi lagi: Menteri BUMN. Seandainya Eric Samola masih hidup, tentu dia sangat merasa bangga menyaksikan prestasi luar biasa dari seorang Dahlan Iskan yang telah ikut bersamanya di Jawa Pos sejak mulai dari benar-benar nol sampai menjadi seperti sekarang ini.
Ketika Dahlan Iskan dipanggil oleh Ketua Golkar Jawa Timur waktu itu, Mohammad Said untuk diminta menjadi anggota MPR dari Golkar, Dahlan pun merasa yakin ini pasti kerjanya Eric Samola, yang sebelumnya memang sering mendorongnya untuk terjun di dunia politik.
Pada waktu itu ketika seorang pejabat tinggi dari Golkar seperti Mohammad Said ini mengatakan “meminta” itu sama saja dengan “memerintah.” Dahlan yang sebetulnya tidak suka dunia politik pun sempat mengelak dengan alasan bahwa dia tidak punya kartu pemilih (sebagai salah satu syarat untuk dipilih menjadi anggota MPR). Lagi pula waktu itu waktunya sudah tidak memungkinkan, karena batas waktu pendaftaran telah lewat, bahkan daftar pemilih telah diumumkan.
Tapi itu bukan sesuatu alasan atau keadaan yang bisa menghalangi kehendak Mohammad Said supaya Dahlan Iskan mau menjadi anggota MPR dari Golkar. Semua itu bisa diatasi. Semua itu bisa diatur. Tidak ada orang yang berani membantah apalagi melawan seorang pejabat tinggi Golkar seperti Mohammad Said di era Orde Baru itu.
Tidak lama kemudian secara “ajaib” Dahlan sudah punya kartu pemilih. Muncul formulir pemilih atasnamanya yang menyatakan bahwa dia terdaftar sebagai pemilih di Bangkalan, Madura, yang pindah ke Surabaya. “Rupanya,” kata Dahlan, “Sejak dulu Bangkalan sudah menjadi sumber kecurangan Pemilu”.
Ketika Dahlan masih saja tetap enggan, karena merasa sangat sungkan dengan kader-kader Golkar lainnya yang mungkin sudah lama punya ambisi menjadi anggota MPR, kok dia tiba-tiba “nyelonong”, Mohammad Said membesarkan hatinya dengan mengatakan, “Ini bukan Dik Dahlan yang minta pada Golkar, tapi Golkar yang minta ke Dik Dahlan.” Perkataan itu diucapkan di depan para kader Golkar, membuat Dahlan merasa lega. Maka, jadilah Dahlan Iskan anggota MPR dari Golongan Karya.
Dahlan Iskan mengakui bahwa seperti anggota MPR lainnya, selama menjadi anggota MPR dia sebetulnya tidak bekerja sama sekali. Hanya asal datang duduk menghadiri sidang-sidang, karena toh semua keputusan akhir berada justru di luar gedung MPR, di Cendana.
Benarlah anekdot sindiran terkenal di kala itu, bahwa anggota MPR dan DPR itu hanyalah orang-orang yang punya “5D”. Yakni Datang, Duduk, Diam, Dengar, Duit. Meskipun untuk Dahlan Iskan, saya yakin bukan begitu maunya.
Pada waktu ada sidang di gedung MPR, Dahlan sering duduk di bagian belakang, bersama anggota MPR lainnya yang juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan. Mereka hanya ngobrol-ngobrol dan guyon-guyonan. Fuad Hassan sering membuat kartun-kartun yang sangat lucu untuk kemudian diedarkan dari meja ke meja di belakang.
Pengalaman lainnya selama menjadi anggota MPR adalah pertama kali menerima surat dari MPR, dengan amplop dinas resmi di rumahnya, Dahlan berpikir, wah, ternyata di MPR, akhirnya ada panggilan tugas juga. Berarti ada kerja juga. Ternyata dia keliru. Ketika amplop dibuka, surat tersebut isinya hanya memberitahu tentang ada anggota MPR yang meninggal dunia, lengkap dengan namanya. Dahlan tidak kenal nama itu.
Beberapa bulan kemudian, datang lagi surat dari MPR. Ketika dibuka, eh, ternyata berita tentang kematian anggota MPR lagi. Sejak saat itu Dahlan tidak pernah lagi membuka surat yang datang dari MPR. Sampai suatu ketika ada surat dari MPR yang tebal tidak seperti biasanya. Dahlan pun berpikir, kalau kali ini pasti ada hal yang lebih serius daripada berita tentang kematian anggota MPR. Setelah dibuka, ternyata sama saja. Berita kematian anggota MPR. Hanya saja kali ini ada beberapa anggota yang meninggal dunia dalam waktu yang hampir bersamaan. Jadi beritanya dijadikan satu, maka itu amplopnya menjadi tebal. Sejak saat itu surat apapun, bagaimana tebalnya sekalipun, yang datang dari MPR, Dahlan tidak pernah membukanya. Sampai akhir masa jabatannya, memang ternyata tidak ada kerja di MPR.
Untung Dahlan Iskan “tidak keterusan” menjadi anggota MPR, atau menjadi petinggi dalam jabatan politik lainnya. Kalau sampai begitu, bisa jadi, dia akhirnya tertular juga virus-virus yang merusak jati dirinya, seperti yang dialami banyak politikus. Baik yang dahulu sampai dengan yang sekarang. Apalagi yang sekarang. Lebih-lebih lagi, untung sekali tidak sampai menjadi bagian dari petinggi Partai Demokrat! ***


Sumber tulisan diolah dari:
- Warisan GO Samola, oleh Dahlan Iskan (Jaring Pena, 2009)
cpp: kompasiana
repost by plyword.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Free HTML Blog 4u